
Cinta tidak selalu datang sebagai gemuruh; sering kali ia tumbuh dari hal-hal sederhana yang kita rawat diam-diam. Tiga cerpen dalam buku ini merayakan cara-cara kecil untuk tetap hadir: “Meja Nomor Tiga” tentang Salma dan Rendra, dua anak kampus yang diuji jurang status dan integritas; “Langit di Peron Tiga” tentang Dara, pemilik kedai kopi di sisi stasiun, dan Arga, teknisi sinyal yang belajar memaknai pulang; serta “Payung Kuning di Taman Sekolah” tentang Naya dan Rafi, sahabat SMA yang akhirnya berani menamai perasaan tanpa merusak rumah bernama persahabatan.
Lewat simbol-simbol yang akrab (meja, peron, dan payung) kumpulan ini mengajak pembaca menimbang ulang arti menunggu, jujur pada diri, dan berjalan setara. Bahasa yang hangat dan bersahaja menyorot keputusan-keputusan kecil yang justru menentukan: menahan diri ketika mudah pamer, hadir ketika mudah pergi, dan meminta maaf ketika mudah membenarkan diri. Meja, Peron, dan Payung adalah undangan untuk memperlambat langkah, merawat yang rapuh, dan percaya bahwa cinta yang belajar pelan pun dapat sampai, tepat pada waktunya.
Lihat Selengkapnya
Lihat Lebih Sedikit
-
Jumlah Halaman
76
PenerbitBeesNus
-
ISBN
978-634-7329-23-3
EISBN978-634-7329-22-6
-
Tahun Terbit
2025
Format Buku