
Di usia 25, Raka pindah ke kamar kos 2B, sebuah ruang kecil di kota yang selalu bising, sementara kepalanya sering lebih bising lagi. Dari lorong berbau karbol, gerobak nasi goreng dengan sandi “kurang minyak”, hingga Kucing oranye yang suka jadi satpam jendela, Raka belajar memulai ulang: pekerjaan baru di tim konten, tetangga baik hati bernama Aji (2C), rekan kerja Dini, bos Maya yang manusiawi tapi targetnya tajam, serta Bagas yang akhirnya pulang demi keluarga. Di tengah undangan nikah, algoritma media sosial, dan sesi open mic di kafe seberang apotek, Raka menimbang: apakah ia bekerja demi gaji, atau menjawab panggilan yang pelan-pelan mengetuk?
Kisah ini menelusuri jatuh-bangun yang akrab bagi generasi dua puluhan: notifikasi pukul 02.00, serangan panik di gerbong paling belakang, pitch deck yang mogok saat presentasi, mural jendela kapur yang terhapus cat putih, dan dompet yang menipis di akhir bulan. Dari momen-momen itulah ia merajut ritme: napas empat-enam, tiga warna, dua suara, satu benda di peron, “airplane/bedtime mode”, tantangan 30 hari tanpa banding diri, hingga peta arah di dinding kamar. Seorang mentor tak disangka, Pak Surya penjaga “Rabu Tenang” di perpustakaan kelurahan, mengajarkan cara menulis yang “mengurangi dengung, menyimpan inti”. Lagu kecil “Kepala Tenang, Lampu Kuning”, zine “Tempat Napas”, dan kebiasaan-kebiasaan sederhana menjadi kompas yang lebih bisa dipegang daripada target besar yang berubah-ubah.
Dengan humor tipis dan slice-of-life yang hangat, novel ini bukan mencari jawaban spektakuler, melainkan menunjukkan bagaimana mencintai yang ada, bukan yang sempurna, serta memilih tumbuh pelan alih-alih sukses kilat. Raka mungkin belum menemukan satu arah final, tetapi ia belajar bahwa arah tak harus tunggal… yang penting, langkahnya tetap jalan: pelan, benar, dan diulang.
Lihat Selengkapnya
Lihat Lebih Sedikit
-
Jumlah Halaman
146
PenerbitAISY MEDIA
-
ISBN
978-634-7170-63-7
EISBN978-634-7170-62-0
-
Tahun Terbit
2025
Format Buku